Taktik Jitu Komunikasi Win-Win Menyelamatkan Operasional Perusahaan

Taktik Jitu Komunikasi Win-Win Menyelamatkan Operasional Perusahaan


Ada contoh kasus unik tentang sebuah perusahaan yang memiliki karyawan berjumlah 200 orang. Bisa dibilang perusahaan ini sedang mengalami kesulitan dengan keuangannya. Nah, disini salah satu komponen biaya terbesar operasional hariannya adalah asuransi kesehatan karyawan perusahaan itu sendiri. Untuk mengatasi permasalahan keuangan ini, perusahaan berencana merubah asuransi kesehatan karyawannya yang berupa managed care menjadi Indemnity.”

Tapi sebenarnya apa sih bedanya asuransi Managed Care dan Idemnity itu? Nah, terlebih dahulu yuk mari kita bahas tentang tipe-tipe asuransi. Sebenarnya nih, di dalam dunia kesehatan, dikenal beberapa tipe asuransi kesehatan. Apa itu asuransi kesehatan? Berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) secara garis besar, asuransi adalah suatu bentuk mekanisme untuk mengurangi beban perorangan menjadi kelompok dalam hal pembiayaan kesehatan.

Terdapat 2 tipe asuransi yang dikenal, yaitu Managed Care dan Indemnity. Menurut Allan V. Horwitz, seorang Profesor Sosiologi sekaligus pakar dalam Health Care Policy, dan Aging Research dari Yale University, beliau menjelaskan bahwa asuransi Managed Care adalah sistem pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mengendalikan biaya pengobatan maupun perawatan kesehatan dengan mengontrol jenis dan tingkat layanan yang diberikan[2]-p178. Jadi, pada Managed Care, pihak penyedia jasa asuransi akan memberikan layanan yang menyeluruh sesuai kebutuhan medis.

Sedangkan, Allan V. Horwitz juga mengungkapkan bahwa Asuransi Indemnity adalah asuransi yang menyediakan layanan perawatan kesehatan dengan beberapa aturan ketat tertentu dengan bentuk yang lebih agak mahal, perusahaan asuransi pada umumnya membayar sejumlah biaya muka pada rumah sakit atau pihak pengobatan tertentu yang terdaftar di asuransinya[2]-p218. Pihak penyedia asuransi akan memberikan kebebasan kepada pengguna untuk mendapatkan layanan kesehatan di provider manapun baik itu klinik, puskesmas, atau rumah sakit tanpa mempertimbangkan kualitas layanan dari provider tersebut. Lalu bedanya apa ? kan tujuannya sama-sama memberikan asuransi kesehatan ? Nah, perbedaannya adalah sistem Managed Care memberikan layanan penuh terhadap karyawannya tanpa ada pembatasan plafon tertentu. Sedangkan Indemnity, bentuk pembiayaan pengobatan maupun perawatan yang diberikan oleh pihak penyedia asuransi yang bekerja sama dengan perusahaan tempat karyawan bekerja, dan pada umumnya dikenakan premi per bulannya, sehingga terdapat beberapa plafon yang akan membatasi pembiayaan kesehatan karyawannya.

Misalnya, setiap tahun perusahaan hanya dapat memberikan penggantian biaya rawat inap maksimal 90 hari. Selain itu, adanya plafon maksimal untuk penggantian biayanya. Dalam penentuan sistem asuransi kesehatan, perusahaan akan terlebih dahulu mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari masing-masing sistem.

Dikarenakan sebuah perusahaan adalah merupakan suatu organisasi juga, seperti yang diungkapkan oleh Jerald Greenberg, seorang profesor Industrial/Organization Psychology, Ohio State university, sekaligus pakar dalam Organizational Behavior (Perilaku dalam Organisasi). Didalam bukunya yang berjudul Managing Behavior in Organization, beliau menjelaskan bahwa ruang lingkup Perilaku dalam Organisasi berhadapan dengan perilaku manusia dalam organisasinya[1]-p7. Jadi bisa dikatakan bahwa jika ingin memulai melakukan pendekatan terhadap suatu organisasi, maka terlebih dahulu harus memahami perilaku anggotanya dalam organisasi tersebut.

Hal tersebutlah yang menjadi tolok ukur dalam kasus perusahaan di awal artikel diatas. Untuk memulai memahami ke semua karyawannya yang berjumlah 200 orang, maka manajemen perusahaan harus mengerti perilaku yang mungkin muncul pada seluruh karyawannya, sehingga dapat mengantisipasi adanya konflik oleh karyawannya.

Nah, untuk menyikapi permasalahan yang terdapat pada contoh kasus perusahaan tersebut, Ivancevich Matteson dalam bukunya yang berjudul Organizational Behavior and Management membedakan jenis permasalahan keputusan menjadi 2. Yaitu :
  1. Permasalahan Keputusan Terprogram. Ketika terjadi permasalahan dalam perusahaan, maka perusahaan akan mengambil keputusan sesuai dengan prosedur yang telah dibuat sebelumnya. Keputusan-keputusan ini diambil berdasarkan pengalaman yang sering ditemukan dan disusun ke dalam suatu prosedur. Oleh karena itu dinamakan keputusan terprogram[3]-p5-6.
  2. Permasalahan Keputusan tidak Terprogram. Permasalahan Keputusan jenis ini digunakan ketika prosedur-prosedur yang sudah dibuat dirasa masih kurang mampu untuk menangani masalah yang dihadapi. Dalam mengambil keputusannya dibutuhkan keahlian dalam menganalisa dan problem solving yang cepat[3]-p5-6.
Jikalau kita lihat lagi dari jenis permasalahan pada kasus mengenai 200 orang karyawan itu, berdasarkan penggolongan jenis permasalahan yang diungkapkan oleh Ivancevich Matteson, maka kasus pengalihan asuransi karyawan tersebut tergolong pada Permasalahan Keputusan yang tidak terprogram (Non Programmed). Mengapa? Karena jenis permasalahan keuangan perusahaan ini hingga akan mengubah asuransi karyawannya menjadi indemnity bukanlah jenis permasalahan yang sudah sering dihadapai sebelumnya, sehingga tidak ada SOP atau aturan perusahaan yang menetapkan tentang masalah tersebut.

Untuk itu, agar keputusan untuk pemecahan masalah ini dapat disampaikan kepada seluruh karyawannya, maka kemampuan berkomunikasi juga dibutuhkan agar pesan yang ingin disampaikan atasan dapat diterima dan berjalan sesuai tujuan. Ivancevich Matteson juga menjelaskan didalam bukunya:

Communication is the glue that holds organizations together. Communication assist organizational members to accomplish both individual and organizational goals, implement and respond to organizational change, coordinate organizational activities, and engage in virtually all organizationally relevant behaviors. ….” [3]-p476.

Atau terjemahan bebasnya yaitu komunikasi adalah seperti lem yang mengikat suatu organisasi. Komunikasi membimbing anggotanya untuk melaksanakan tugas individual dan organisasi itu sendiri, mengimplementasikan, dan respon terhadap perubahan, mengkoodinasi aktifitas dalam organisasi, dan mengikutsertakan secara nyata semua perilaku organisasi yang relevan[3]-p476. So.. bisa dikatakan kalau hubungan antara komunikasi dan organisasi juga sangatlah penting, demi menunjang tercapainya visi dan misi suatu organisasi. Beliaupun juga pernah mengutip kata dibukunya:

I know you believe you understand what you think I said, but I am not sure you realize that what you heard is not what I meant.” [3]-p478

Agar tidak terjadinya miss communication, maka seorang atasan harus tahu bagaimana cara berkomunikasi dengan karyawan-karyawannya, sesuai dengan yang dikatakan Jerald Greenberg, manajer di semua departemen harus tahu hal-hal seperti bagaimana memotivasi karyawan mereka, bagaimana caranya agar orang puas dengan pekerjaan mereka, bagaimana berkomunikasi cukup, bagaimana membuat tim berfungsi secara efektif, dan bagaimana merancang pekerjaan yang paling efektif[1]-p10. Selain itu, Jerald Greenberg juga mendefinisikan komunikasi sebagai proses dimana seseorang, kelompok, atau organisasi (pengirim) mentransmisikan beberapa jenis informasi (pesan) kepada orang lain, kelompok, atau organisasi (penerima)[1]-p226.

Sehingga pada dasarnya suatu komunikasi yang baik akan memerlukan ketiga elemen tadi (pengirim, pesan dan penerima). Dan dalam proses penyampaian informasi bahwa perusahaan tersebut akan mengubah jenis asuransi karyawannya menjadi Indemnity, harus dimengerti juga bahwa bukan hanya ketiga elemen komunikasi saja yang penting, namun arah komunikasi pun juga harus terpenuhi, seperti yang diungkapkan oleh Ivancevich Matteson bahwa organisasi harus menyediakan komunikasi 4 arah, yaitu: downward, Upward, Horizontal, dan Diagonal [3]-p480. Agar lebih mudah memahami, komunikasi Downward yaitu komunikasi yang beerdasarkan struktur organisasi seperti seorang manajer pada bawahannya, Upward adalah seorang bawahan pada atasannya seperti pada saat meeting/rapat. Sedangkan untuk horizontal adalah pada sesama individual dengan jabatan yang sama, dan Diagonal seperti seorang manajer pada bawahan dari manajer lainnya. Jadi perusahaan tersebut harus melakukan rapat terlebih dahulu pada para manajer tiap divisinya, untuk mengungkapkan langsung permasalahan keuangan yang sedang dihadapi, dan bagaimana cara untuk memecahkannya.

Sebagai tambahan, yang ditulis oleh Dr Mary Welch, seorang doktor dalam bidang komunikasi internal dari Manchester Business School, University of Central Lancashire, Preston, UK di dalam jurnalnya yang berjudul The Evolution of The Employee Engagement Concept: Communication Implications, beliau mengungkapkan bahwa ada terdapat beberapa evolusi konsep dalam keterlibatan karyawan[4]-p3-4. Untuk itu bisa dilihat pada tabel dibawah berikut:
Evolutionary stage
Indicative publications
Engagement concepts
Example definitions
Pre-Wave
(pra 1990)
Katz dan Kahn
(1966)
Engage in General

“[...] terlibat sesekali dalam perilaku inovatif dan kebiasaan kerja sama di luar kebutuhan dari peran tetapi masih dalam koridor tujuan organisasi” (p. 388)
Wave 1
(1990–1999)
Kahn
(1990, 1992)
Personal Engagement
“[...] yang memanfaatkan anggota organisasi sendiri untuk peran pekerjaan mereka; dalam keterlibatan, orang mempekerjakan dan mengekspresikan diri secara fisik, secara kognitif, dan secara emosional selama peran kinerja” (Kahn (1990, p. 694). Berpendapat bahwa tiga kondisi psikologis yang diperlukan untuk keterlibatan: kebermaknaan; keselamatan; dan, ketersediaan.
Buckingham dan Coffman
(1999)a
Employee Engagement
seorang karyawan yang bisa menjawab ya untuk semua 12 pertanyaan pada kuesioner Gallup
Wave 2
(2000–2005)
Maslach et al.
(2001)
Job Burnout / Job Engagement
“[...] keterlibatan digolongkan sebagai energi, keterlibatan, dan kemanjuran - yang berlawanan langsung dari tiga dimensi pemadaman” (kelelahan, sinisme dan ketidakefektifan) (p. 416)
Luthans dan Peterson
(2002)
Employee Engagement
Menggunakan definisi Kahn (1990)
Harter et al.
(2002)a
Employee Engagement
Konseptualisasi Kahn (1990) di samping pendekatan Audit Kerja Gallup
Schaufeli et al.
(2002, p. 74) dan Schaufeli dan Bakker
(2004, p. 295)
Job Engagement
“[...] positif, memenuhi, keadaan pikiran yang berhubungan dengan pekerjaan yang ditandai dengan semangat, dedikasi, dan penyerapan” (p. 74)
May et al.
(2004)
Work and Employee Engagement
Secara empiris menguji gambaran Kahn (1990)
Hewitt Associates LLC
(2004)a
Employee Engagement
“[...] keadaan di mana individu secara emosional dan intelektual berkomitmen untuk organisasi atau kelompok, yang diukur dengan tiga perilaku utama: Say Karyawan secara konsisten berbicara positif tentang organisasi ke  rekan kerja dan mengacu potensi karyawan dan pelanggan; Stay - karyawan memiliki keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi, meskipun ada peluang untuk bekerja di tempat lain; dan, Strive - karyawan diberikan tambahan usaha dan gambaran perilaku yang berkontribusi terhadap kesuksesan bisnis” (p. 2)
Wave 3
(2006–2010)
Saks
(2006)
Employee Engagement
Job Engagement
Organization Engagement

menggunakan definisi Kahn (1990) dan mengembangkan gagasan untuk memasukkan keterlibatan pekerjaan dan keterlibatan organisasi
Robinson et al.
(2004)
Employee Engagement
“[...] suatu sikap positif yang dimiliki oleh karyawan terhadap organisasi dan nilainya. Seorang karyawan yang terlibat menyadari konteks bisnis, dan bekerja dengan rekan-rekan untuk meningkatkan kinerja dalam pekerjaan untuk kepentingan organisasi. Organisasi harus bekerja untuk mengembangkan dan memelihara keterlibatan, yang membutuhkan hubungan dua arah antara perusahaan dan karyawan” (p. Ix)
Truss et al.
(2006)
Employee Engagement
Menggunakan definisi Kahn (1990), secara luas yang dioperasionalkan oleh May et al. (2004)
Fleming dan Asplund
(2007)a
Employee Engagement
“Kemampuan untuk memenangkan kepala, hati, dan jiwa dari karyawan Anda untuk menanamkan keinginan intrinsik dan semangat untuk keunggulan” (p. 2)

Macey dan Schneider
(2008a)
Employee Engagement
“[...] jaringan nomological kompleks meliputi sifat, kondisi, dan membangun perilaku, sebaik pekerjaan dan kondisi organisasi yang mungkin memfasilitasi keterlibatan kondisi dan perilaku” (pp. 23-4)
Schaufeli and Bakker
(2010)
Work Engagement
“[…]Keterlibatan pekerjaan adalah suatu kesatuan psikologis yang menuntun pada investasi perilaku pada energi pribadi”(p. 22). Memposisikan Keterlibatan pekerjaan dalam variabel mediasi sebagai tuntutan dan sumber daya model dalam keterlibatan motivasi kerja.
Albrecht
(2010)
Employee Engagement
“[…] Keterlibatan karyawan adalah kondisi psikologis yang positif yang berhubungan dengan pekerjaan yang ditandai dengan keinginan tulus untuk memberikan kontribusi bagi keberhasilan organisasi”(p. 5).
 

Bisa dilihat bahwa pada gelombang terakhir (yaitu gelombang ketiga), disini evolusi keterlibatan karyawan (employee engagement evolution) telah melibatkan banyak keterlibatan. Seperti pada konsep yang dinyatakan pada awal gelombang 3 yaitu oleh Saks (2006), bahkan organisasi pun terlibat. Maka bisa kita ambil kesimpulan bahwa sebenarnya peran komunikasi yang penting bukan hanya pada karyawan dan pekerjaan saja, melainkan juga harus organisasi yang terlibat, karena jelas organisasi merupakan kumpulan dari beberapa individual.
Namun perlu diperhatikan, agar pesan, maksud dan tujuan yang disampaikan oleh manajemen perusahaan bisa dijalankan dengan baik oleh seluruh karyawannya. Maka dibutuhkan suatu strategi komunikasi yang khusus untuk mempengaruhi karyawannya. Karena yang pastinya perusahaan tidak akan mengungkapkan secara detail kepada karyawannya tentang kondisi keuangannya bukan? Jadi ibaratkan ada udang dibalik batu, menyampaikan pesan yang tersirat dan tersurat, dengan maksud dan tujuan tertentu. Nah untuk inilah Jerald Greenberg mengatakan ada beberapa teknik yang sering dipakai untuk mempengaruhi target individual maupun organisasi, diantaranya yaitu:
  • Rational persuasion – menggunakan argumen yang logis dan fakta untuk membujuk satu atau lebih orang lain (orang-orang target) bahwa hasil yang diinginkan akan terjadi.
  • Inspirational appeals – Membangkitkan semangat dengan menarik nilai-nilai dan cita-cita target seseorang.
  • Collaboration – Entah bagaimana akan lebih mudah bagi orang yang diincar untuk menyetujui semua permintaannya.
  • Consultation – Meminta orang untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan atau merencanakan perubahan.
  • Ingratiation – Mendapatkan target orang untuk melakukan apa yang anda inginkan dengan menempatkan dia dalam suasana hati yang baik (mood) atau dengan membuat dia menyukai anda.
  • Exchange – Menjanjikan beberapa keuntungan / bonus setelah memenuhi permintaan.
  • Personal Appeal – Membuat perasaan loyalitas atau persahabatan sebelum membuat permintaan.
  • Coalition-building – Membujuk dengan mencari bantuan dari orang lain dalam koalisi, atau memberitahu mereka tentang dukungan yang Anda sudah menikmati dari orang lain.
  • Pressuring – Mengharuskan patuh dan membuat tuntutan atau ancaman, atau mengintimidasi [1]-p348.
Yang biasa dipakai oleh seorang atasan adalah teknik Inspirational Appeals dan Pressuring, dan inilah yang sering juga dihadapi oleh beberapa karyawan didunia. Namun pada kasus ini, teknik sesuai yang dipakai adalah Rational Persuasion. Mengapa? Karena dengan memberitahukan sisi positif dari adanya perubahan asuransi Managed Care menjadi Indemnity, para karyawan sudah pasti akan menerimanya.

Menurut Jerald Greenberg pada Bab terakhir bukunya yaitu Strategic Planning and Organizational Development. Disini beliau menerangkan beberapa strategi sederhana dalam merencanakan pengembangan organisasi yang bisa digunakan persis pada contoh kasus di atas. Beliau mengutip bahwa perubahan organisasi adalah merencanakan atau tidak merencanakan perubahan dalam suatu struktur organisasi, teknologi, dan/atau orang. Penelitian menunjukkan bahwa pimpinan organisasi yang sukses mendukung perubahan hingga 94 persen, dimana lainnya hanya mendukung sebanyak 76 persen[1]-p400. Jadi pada dasarnya, perencanaan terlebih dahulu sangat disarankan bagi perusahaan yang akan mengubah sistemnya. Bisa dengan diadakan rapat para manajemen misalnya.

Karena permasalahan diatas mengungkapkan bahwa ke semua 200 karyawannya harus diubah asuransinya dari Managed Care menuju Idemnity. Maka disini langsung memberitahukan bahwa ada sifat penghalang individu yang harus dipelajari. Mengapa? Karena pastinya banyak dari karyawan tersebut yang menanyakan apakah itu asuransi Idemnity, dan apa bedanya dengan Managed Care? Nah untuk menjawab ini, Jerald Greenberg dalam bukunya juga membahas mengenail penghalang individual[1]-p407, yaitu:
  • Ketidakamanan perekonomian.
  • Rasa takut ketidaktahuan.
  • Ancaman pada hubungan sosial.
  • Kebiasaan.
  • Gagal untuk mengenali kebutuhan akan perubahan.

Coba dilihat pada poin kedua diatas, kira-kira sudah jelas bahwa pastinya ada rasa takut di beberapa diri karyawan tersebut ketika diberitahukan perubahan asuransi. Misalnya mungkin saja ada yang berpikir: Bagaimana jika berpengaruh dengan gaji saya? Nah untuk itulah poin-poin diatas yang harus dipikirkan manajemen perusahaan untuk menembus penghalang individual karyawannya. Lalu kapankah perubahan tersebut seharusnya terjadi? Nah lagi-lagi Jerald Greenberg mengutarakan bahwa perubahan kira-kira seperti ini:
  • Adanya ketidakpuasan terhadap kondisi sebelumnya.
  • Adanya keinginan alternatif yang tersedia.
  • Adanya perencanaan untuk mencapai alternatif tersebut.[1]-p409

Jadi pendekatan secara personal memang terlihat bagus dalam mengintimidasi karyawan, namun disini perlu diperhatikan, hal ini hanya berguna jika karyawannya sedikit, jika ribuan bagaimana? Untuk itulah berdasarkan konsep yang diberikan oleh Jerald Greenberg, kita dituntun untuk melakukan strategi khusus dalam merubah pola pikir ke semua 200 karyawan tersebut. Contohnya, misalkan perusahaan akan menyampaikan beberapa kelebihan jika mendaftarkan diri ke salah satu penyedia asuransi Indemnity yaitu BPJS. Setiap karyawan akan mendapatkan kartu khusus yang jika membutuhkan perawatan dan pengobatan hanya perlu datang langsung kerumah sakit atau klinik terdekat, dan serahkan kartu tersebut tanpa membayar terlebih dahulu biaya perawatan atau pengobatan, so simpel bukan? Jadi manajemen tidak memberitahukan bahwa asuransi sebelumnya tidak diberlakukan, melainkan karyawan hanya akan didaftarkan ke BPJS agar mendapatkan asuransi, dan karyawanpun hanya berpikir “akhirnya saya mendapatkan asuransi juga”, well.. begitulah kira-kira panduan yang diberikan oleh Jerald di bab terakhir bukunya, terutama mengenai strategi dalam melakukan perubahan dalam suatu organisasi.

Referensi :
1. Jerald Greenberg, Managing Behavior in organization. Prentice Hall: New Jersey, 2005.
2. Horwitz, Allan V. and Teresa L. Scheid, eds. A Handbook for the Study of Mental Health. New York: Cambridge University Press, 1999.
3. Ivancevich Matteson, Organizational Behavior and Management. McGraw-Hill Companies: Singapore,1999
4. Mary Welch, The Evolution of The Employee Engagement Concept: Communication Implications. Preston, UK: University of Central Lancashire, 2011.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Flickr Photostream

Twitter Updates

Meet The Author

Ruci Antassani